27

By mayasithaarifin.blogspot.com - Selasa, Agustus 29, 2017

''Ketika aku di umurmu, di dua tujuh nanti. Aku sudah jadi apa ya?'' Kamu terperangah menatapku.

''Waktu aku umur dua empat aku bahkan ga memikirkan apapun mau kemana nantinya''

''Aku bertanya karena Tuhan suka ngelucu''

''Oh ya?'' Yah, tapi bukannya memang seperti itu. Tuhan suka ngelucu. Aku ingat ketika di umur tiga belas aku terinspirasi oleh orang-orang dari Rotary Club ke sekolahku mengadakan acara pemberdayaan mainan anak. Aku ingin ketika besar nanti menjadi seperti mereka yang peduli sosial. Sepuluh tahun kemudian aku di-induct menjadi bagian daripadanya.

Dan bahkan aku sendiri sudah lupa. Tapi saat disematkan pin berlogo lambangnya bagai dejavu. Logo itu bukan hal yang asing, terlihat begitu familiar. Dan ternyata aku baru ingat kemudian tentang harapan yang ga sengaja aku lontarkan kepada Tuhan. Tuhan Maha Lucu kan?.

Kamu tertawa receh mendengar ceritaku, seperti aku yang sedang tolol mengatakan tentang candaan Tuhan terhadapku.

''Aku apa ya? Aku cuma jalani aja. Seperti halnya kamu. Kamu juga ga pernah merencanakan kan akan jalan-jalan kemana atau akan naik gunung apalagi setelah ini atau kamu yang tiba-tiba sudah mencium sang saka merah putih di atas ketinggian tiga ribu di atas permukaan laut?'' Katamu.

Aku berfikir lama. Yaaa, kecuali saat pernah berharap menjejakkan kaki di Puncak Rinjani, tapi Tuhan malah mengirim ke Raung dengan jalur trekking terekstrim kedua di Indonesia setelah Cartez, Papua. Tuhan bukan pemberi harapan palsu, tapi Dia yang emang dan bahkan di luar imajinasi aku sendiri.

''Ya kan?'' Tegurmu. Aku menoleh. Menggangguk. Mungkin memang iya seperti itu. Kita jalani saja. Dan masih berharap sepuluh tahun kemudian aku sudah menjadi penulis terkenal, beberapa karyaku sudah diadaptasi ke layar lebar, aku yang santai: menjadi ibu biasa yang sedang mengantar anakku ke sekolah.

  • Share:

You Might Also Like

1 komentar

  1. citacita perlu tapi jangan lupa untuk kerja keras mewujudkannya karena itu bagian yang penting selain faktor penentu paling utama: izin yang punya hidup kita :)

    BalasHapus