Kamu Di Antara Ujung Bukuku

By mayasithaarifin.blogspot.com - Sabtu, Agustus 19, 2017




Apa yang kamu sukai, selain dirimu sendiri dan dia yang membuatmu jatuh cinta untuk kesekian kali?

___

Masih ingat, kali pertama kita bertemu. Kamu menyapaku di pantai saat aku menikmati senja sendirian sebagai lajang.

''Aku lihat kamu baca Pram. Pram yang mana?'' Aku ga akan lupa itu,  mungkin. Sapaan seorang cowo brengsek dengan kurang ajarnya menyapa 'si nerd' yang sedang hanyut dalam buku di kala senja di pantai. Tapi dari sekian, aku paling suka kamu, si brengsek itu. Lucu yah?

Padahal dari awal aku tahu aku dan kamu ga akan bisa bersatu dalam ikatan komitmen apapun. Karena kamu adalah Casanova. Dan emang kamu ingin seperti dirinya, playboy kelas kakap yang pernah banyak mengencani wanita-wanita. Anjiir ga sih?

Tapi apa daya, aku jatuh cinta sama kamu dengan alasan sederhana yang aku sendiri ga tahu kenapa. Jadi jangan tanya. Atau apa karena kamu suka membahas buku-buku yang aku belum tahu dan bahkan yang kita berdua sudah tahu lalu kita diskusikan bersama?. Mungkin itu salah satunya. Mungkin.

Karena aku belum pernah bertemu dengan orang seperti kamu sebelumnya. Bukan, bukan yang brengsek. Lagi pula semua cowo emang brengsek kan? Maksudnya yang suka buku-buku dan aku menjadi tidak aneh lagi, menjadi biasa saja. Yah, kamu yang membuatku biasa saja.

Aku masih ingat salah satu percakapan kita saat sedang kencan kala itu.

''Pernikahan ga menyelesaikan masalah apapun, tapi malah menambah masalah-masalah baru lagi'' Katamu.

''Ya, aku tahu!"

"Jadi kamu perlu baca Sang Alkemis-nya Paulo Caelho''

''Kenapa bisa tiba-tiba ke Sang Alkemis?''

''Iyah, kisah Layla dan Majnun''

''Kamu ngingo? Qais dan Layla aku sudah baca dan itu ga ada hubungannya sama sekali dengan Paulo Caelho ataupun Sang Alkemisnya''

Kamu diam, berpikir. Bingung sendirian. Mencoba mangingat-ingat semuanya.

''Eh gimana? Aku lupa!" Katamu sambil membuka henpon dan googling 'The Alchemist'. Setelah ketemu kamu baca.

''Iyah'' Katamu tiba-tiba. ''Kamu bener. Beda emang. Layla sama Qais bukan di Sang Alkemis. Sang Alkemis itu cerita tentang pengembaraan'' Lanjutmu malu.

''Aku ga tahu. Aku belum pernah baca''

''Dan kamu harus'' Katamu manja.

Berbulan-bulan aku cari itu buku di seluruh Gramedia dan toko buku lainnya di Denpasar hasilnya nihil. Hingga tiga bulan kemudian buku itu ada di Gramedia dan langsung aku beli. Aku ingat ekspresi banggamu terhadapku.

''Wow. Penuh perjuangan'' Katamu saat aku memamerkan buku itu.


Atau masih ingat, saat aku sadar kamu adalah hal yang membuatku jatuh cinta dan patah hati secara bersamaan.

''Aku lagi sibuk baca-baca sekarang'' Keluhmu.

''Baca apa?''

''Baca artikel tentang pesawat UAV'' Yah aku tahu, aku tahu kamu dan hobimu tentang pesawat UAV.

''Aku sedih'' Keluhku.

''Sedih kenapa?'' Kamu mulai bingung dan mengabaikan sementara artikel tentang pesawat UAV yang kamu sedang baca.

''Karena semenjak sama kamu aku jarang baca-baca novelku lagi. Jadi bertumpuk-tumpuk di atas meja karena terbengkalai'' Kataku kesel.

''Iyah, terus aku musti gimana?''

''Kamu ga harus gimana. Aku yang harus gimana''

''Iyah terus gimana?''

''Aku perlu naik gunung buat me time, tapi aku takut''

''Kamu takut apa?'' Tanyamu bingung.

''Aku takut gunung'' Jawabku singkat.

Kemudian kamu menarik napas panjang dan bilang ''Oke, kalau besok kamu berhasil sampai puncak gunung. Fihi Ma Fihi buat kamu'' Apa kamu sedang memotivasiku? Maksudku, Fihi Ma Fihi, Jalaluddin Rumi? Wutdafuq?

Hingga hari itu tiba. Hari dimana kamu pergi ke Raja Ampat, Papua, kamu menyelam ke dalam laut melihat reuni besar ikan-ikan dan terumbu karang. Dan aku, aku pergi ke Raung via Kalibaru untuk mendaki gunung melihat burung-burung terbang dan pepohonan dari atas  awan.


Kamu ke laut. Aku ke gunung. Kita sebenarnya sangat manis kan? Tapi sayang,



Saat selesai naik gunung dan kembali ke rumah aku langsung mulai hunting Fihi Ma Fihi ke toko-toko buku di Denpasar. Dengan modal uang seadanya, sisa tabunganku yang sudah habis terpakai jalan-jalan. Setelah dapat, aku beli. Aku hadiahi diriku sendiri dengan Fihi Ma Fihi.


Saat kencan selanjutnya kamu bertanya. ''Kamu ada cerita apa?''. Aku menarik napasku dalam. Sebenernya aku ragu untuk bilang. Tapi akhirnya,

''Kamu ingat, kamu pernah menjanjikan sesuatu untukku?''

''Ya sebuah buku dari Jalaluddin Rumi,,,''

''Aku sudah beli itu'' Potongku. Kamu diam. Ada raut wajah kecewa di sana. ''Buku itu bagi aku spesial. Karena aku merasa diri aku spesial. Maka dari itu aku menghadiahi diriku sesuatu yang spesial juga'' Lanjutku. Sebenarnya aku tahu kamu tahu bahwa buku itu emang spesial bagi aku dan aku sudah lama menginginkannya.

Kamu menghembuskan napas berat. ''Heung, aku sedih sekaligus bangga. Bangga karena kamu mencintai dan menghargai diri kamu sendiri'' Lalu kita terdiam. Entah apa yang sedang memenuhi pikiran kita saat itu.

___

Saat ini. Saat sekarang, aku hanya dapat menyimpulkan bahwa dari semuanya, bahwa dari awal bukan kamu yang membuatku jatuh cinta. Tapi buku-buku yang membuat aku jatuh cinta untuk kesekian kalinya secara berulang-ulang, lagi dan lagi. Kamu hanya kebetulan yang pernah ada di antaranya.

Seperti halnya jatuh cinta dan mencintai sesuatu. Kamu harus siap dengan sesuatu itu dan segala sesuatunya: ga cuma bisa membuat bahagia, tapi juga terkadang luka.

Contohnya seperti sekarang,  ketika aku mengambil Sang Alkemis dari atas meja untuk aku baca. Aku ingat kamu. Bahkan untuk karya Paulo Caelho lain yang ada di rak bukuku. Atau Pramoedya atau Jalaluddin Rumi atau Muhidin M Dahlan atau bahkan Murakami, atau bahkan,,,

Aku mencoba ke hal lain, ke sesuatu yang ga mengingatkan aku padamu. ''May, mau baca?'' Tiba-tiba Nami wassap gambar buku 'Fatwa Tukang Becak' oleh Emha Ainun Nadjib dkk. Oke, sepulang kerja aku ambil buku itu. Aku lega karena penulis-penulis yang tertera di sana ga ada hubungannya sama sekali dengan kamu. Maksudnya ga akan membuatku ingat kamu.

Sebelum tidur aku mulai membacanya. Iyah, kebiasaanku memang membaca sebelum tidur hingga menjadi ngantuk dan tertidur. Halaman demi halaman. Aku mulai sibuk dan menikmatinya, hingga terhenyak di salah satu tulisan Goenawan Mohamad yang berjudul Batman.

Faaaaakkkkk!!!

Seketika kamu berada di antara ujung bukuku. Kamu yang pernah bilang kalau kamu ingin jadi Batman dan bercerita banyak tentangnya dan aku yang bercerita bahwa aku ingin mempunyai naga.

Buku, kamu membuatku terluka sesederhana itu?

Obat patah hati apalagi yang paling ampuh selain mencintai lebih banyak lagi. Maka esoknya aku beli empat buku sekaligus di tanggal tua.




_______________________________________________________________________

Tulisan ini diikutsertakan ke Robby Haryanto yang lagi ga tahu kesurupan apa buat ngadai iseng-iseng berhadiah buat giveaway buku yang yakin banget, itu buku yang dia bongkar-bongkar, tapi kayak yang perlu dibersihkan dari rak buku dia. Dan aku cuma pengin bilang ke dia, ini tulisan adalah curhat dari mbak-mbak alay.

  • Share:

You Might Also Like

6 komentar

  1. terimakasih sudah menjadikanku teman istimewa dengan menempatkan diri yang papa ini berada diujung buku koleksinya....#ehh

    BalasHapus
  2. Obat patah hati adalah mencintai lebih banyak lagi.
    Aku suka kata-kata itu.

    BalasHapus
  3. Seperti yg sedang terjadi padaku, ketika aku membaca lagi buku kumpulan cerita karya kami berdua, aku selalu teringat padanya. Dan untuk mengalihkan perhatian, aku sengaja membeli buku2 lain yang dalam isi bukunya tak ada hubungannya dg isi buku karya kami berdua.

    Ah,... Kok aku jadi curhat? Hahaha

    BalasHapus
  4. Ini semacam kisah seseorang yang ada aja kaitannya sama buku tertentu. Kalau aku, mungkin ceritanya bakal sama buku pelajaran aja kak. Atau buku rangkuman temen yang kupinjam tiga hari. :')

    Oh iya, makasih sudah meramaikan giveaway-ku. :)

    BalasHapus