#MFW19; My Thoughts and Others

By mayasithaarifin.blogspot.com - Selasa, Desember 10, 2019

Ibu saya suka mendongengi saya sebelum tidur. Masa kecil saya dipenuhi dengan dongeng-dongeng tapi tidak banyak buku. Saya berpikir, mungkin hal ini adalah salah satu penyebab otak saya tidak berhenti memikirkan hal-hal aneh. 

Saya benar-benar tumbuh menjadi anak aneh yang tidak mempunyai banyak teman. Awalnya ini membikin saya membenci diri saya yang aneh ini, yang susah masuk ke sebuah lingkaran pertemanan. Tapi semakin naik kelas semakin terbiasa dan menerima itu semua.

Sekolah menengah pertama, saya masuk ke Islamic boarding school. Seperti halnya pondok pesantren lain yang banyak mengaji, belajar agama, dan tidak semua ustaz/ah suka ditanya-tanya. Hal ini tidak ramah dengan otak saya yang tidak pernah berhenti memikirkan hal-hal aneh. Saya ingat, ketika saya mulai bertanya tentang hal-hal yang tidak saya pahami tentang suatu pelajaran agama, ustaz saya tidak jarang risih dengan pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan. Pernah suatu kali salah satu ustaz membully saya dengan sebutan Bani Israel-hanya karena saya terlalu banyak bertanya dan tidak sabaran. Bully-an itu berdasarkan kisah perjalanan Nabi Musa dengan Nabi Khidir. Bukan rahasia lagi, bagaimana kebanyakan Muslim menstreotypekan Bani Israel ini ke suatu hal negatif dan menjengkelkan. Dan bully-an itu adalah bully-an tertinggi dari kejengkelan ustaz saya. Saya ingat, bagaimana akhirnya kelas menjadi ramai mengolok-olok saya.

Setelah besar, bekerja, dan mulai mampu membeli buku-buku yang tidak murah dan berkesempatan menonton film-film. Ever since, saya mulai menerima dengan sepenuhnya kalau otak saya memang tidak pernah berhenti memikirkan hal-hal aneh. Saya mulai bertemu dengan orang-orang yang similar dengan saya. Saya mulai mempunyai teman dan tidak merasa "salah tempat". Saya mulai tahu festival-festival yang ramah dengan saya yang aneh kalau saya tidak aneh.

_____
Saat mendaftar menjadi volunteer di Minikino Film Week beberapa bulan lalu, kami para calon-volunteer sempat diwawancarai oleh direktur Minikino apa motif kami mendaftarkan diri untuk menjadi volunteer pada festival tersebut. Saya masih ingat jawaban saya waktu itu adalah "karya sastra dan film adalah sesuatu yang saya cintai, mereka membuat saya merasa lebih manusiawi dan menerima "kemanusiaan" itu sebagai mana adanya. Saya adalah pengunjung setia Minikino, dan saya suka sekali dengan prinsip yang diusung minikino setiap kali-sebelum film diputar "kami menyejajarkan film dengan karya sastra"". Mungkin, mereka adalah jawaban atas otak saya yang tidak pernah berhenti memikirkan hal-hal aneh. Ada ungkapan Aristotle yaitu catharsis yang merujuk pada pelepasan diri pada ketegangan. Catharsis adalah proses dimana kita memperoleh pelepasan dari ketegangan emosional yang tidak menyenangkan dengan berbicara tentang sumber ketegangan ini. Kita sering merasa lebih baik setelah kita membicarakan sesuatu yang mengganggu kita. Film dan Sastra dengan catharsis-nya adalah cara untuk membebaskan jiwa dari kegelisahan-kegelisan atas keos dan kaburnya "kemanusiaan". Manusia mencari kembali kemanusiaan yang hilang lewat sastra; bersajak, berprosa, monolog, atau sekedar membaca atau menonton film/cinema. Maka dari itu pada sastra ada istilah Licentia Poetica, yaitu kebebasan atau hak dan wewenang seorang sastrawan dalam berkarya. Jean-Paul Sartre, seorang filsuf eksistensialisme asal Prancis beranggapan bahwa pada masyarakat dengan peradaban modern posisi sastra akan menggantikan agama, dengan pertimbangan bahwa agama dianggap sebagai sesuatu yang kaku, tidak bergerak, tidak lentur dan sulit mengaktualisasikan diri dengan zaman. Dan anggapan ini diiyakan oleh Ludwig Feuerbach, seorang filsuf Jerman yang memberi kritik terhadap kaum beragama: "Hanya orang-orang miskin yang setia pada agama, agar mereka bisa bermimpi dan melupakan kemiskinannya. Akhirnya lupa mengkritisi penguasa negeri sendiri".

_____

Pada akhirnya saya sadar, kalau otak saya yang tidak bisa berhenti memikirkan hal-hal aneh bukan untuk diperdebatkan atau dipertanyakan atau disalahkan, pun dibenarkan. Saya hanya perlu menerima kalau itu memang bagian dari diri saya, semua imajinasi seaneh apapun adalah hal yang manusiawi. 

Terima kasih #minikinofilmweek untuk kesempatan yang telah diberikan. Saya belajar sangat banyak.


Credit: minikino event

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar