Jangan remehin cerita fiksi anak-anak. Sejak jaman dahulu kala sebelum orang menulis, orang bercerita. Cerita-cerita itu dituruni secara turun-menurun sampai ke kita sekarang. Cerita fiksi anak-anak mengajarkan anak untuk berfilosofi dalam imajinasi-imajinasi. Syarat utama cerita fiksi emang dapat mengubah pembacanya. Cerita fiksi membikin kita secara ga sadar memberi prespektif dalam memandang kehidupan dan kemanusiaan. Dari cerita fiksi anak-anak kecil itu dapat mengenal dunia dan mendapat informasi dan mengelolanya menjadi sebuah pengetahuan dan kesadaran. Dari sana mereka mendapat inspirasi.
Bayangin aja, apa yang didapat anak-anak kecil nan bahagia yang masih mencintai semua hal pas dijejeli cerita-cerita siksaan api neraka atau azab-azab Tuhan kalau mereka tidak menjadi manusia patuh?
Bayangin aja, apa yang didapat anak-anak kecil perempuan yang bahagia dan masih mencintai semua hal saat diceritakan bahwa bagian tubuh mereka adalah ancaman bagi kerusakan semesta kalau tidak ditutupi atau disembunyikan?
Jangan heran, pas gede ketemu orang julidan pas kita ga sama dengan standart moralnya. Untuk perempuan, jangan heran pas gede ketemu orang julidan dan bilang kita ”cewe rusak” saat kita pakai baju yang ga nutupi salah satu bagian tubuh kita dan tidak seperti mereka. Imajinasinya penuh dengan imajinasi ketakutan. Kalau kata Yoda-nya Star Wars; Fears is path of the dark side. Fears leads to anger, anger leads to hate, hate leads to suffering. Jangan heran kalau mereka julid mulu, protest mulu, mara-mara terus, karena mereka ketakutan, menderita dan tidak bahagia.
Sekian dari saya si pecinta karya fiksi!
Bayangin aja, apa yang didapat anak-anak kecil nan bahagia yang masih mencintai semua hal pas dijejeli cerita-cerita siksaan api neraka atau azab-azab Tuhan kalau mereka tidak menjadi manusia patuh?
Bayangin aja, apa yang didapat anak-anak kecil perempuan yang bahagia dan masih mencintai semua hal saat diceritakan bahwa bagian tubuh mereka adalah ancaman bagi kerusakan semesta kalau tidak ditutupi atau disembunyikan?
Jangan heran, pas gede ketemu orang julidan pas kita ga sama dengan standart moralnya. Untuk perempuan, jangan heran pas gede ketemu orang julidan dan bilang kita ”cewe rusak” saat kita pakai baju yang ga nutupi salah satu bagian tubuh kita dan tidak seperti mereka. Imajinasinya penuh dengan imajinasi ketakutan. Kalau kata Yoda-nya Star Wars; Fears is path of the dark side. Fears leads to anger, anger leads to hate, hate leads to suffering. Jangan heran kalau mereka julid mulu, protest mulu, mara-mara terus, karena mereka ketakutan, menderita dan tidak bahagia.
Sekian dari saya si pecinta karya fiksi!
Respectfully
Mayasitha
Ibu saya suka mendongengi saya sebelum tidur. Masa kecil saya dipenuhi dengan dongeng-dongeng tapi tidak banyak buku. Saya berpikir, mungkin hal ini adalah salah satu penyebab otak saya tidak berhenti memikirkan hal-hal aneh.
Saya benar-benar tumbuh menjadi anak aneh yang tidak mempunyai banyak teman. Awalnya ini membikin saya membenci diri saya yang aneh ini, yang susah masuk ke sebuah lingkaran pertemanan. Tapi semakin naik kelas semakin terbiasa dan menerima itu semua.
Sekolah menengah pertama, saya masuk ke Islamic boarding school. Seperti halnya pondok pesantren lain yang banyak mengaji, belajar agama, dan tidak semua ustaz/ah suka ditanya-tanya. Hal ini tidak ramah dengan otak saya yang tidak pernah berhenti memikirkan hal-hal aneh. Saya ingat, ketika saya mulai bertanya tentang hal-hal yang tidak saya pahami tentang suatu pelajaran agama, ustaz saya tidak jarang risih dengan pertanyaan-pertanyaan yang saya ajukan. Pernah suatu kali salah satu ustaz membully saya dengan sebutan Bani Israel-hanya karena saya terlalu banyak bertanya dan tidak sabaran. Bully-an itu berdasarkan kisah perjalanan Nabi Musa dengan Nabi Khidir. Bukan rahasia lagi, bagaimana kebanyakan Muslim menstreotypekan Bani Israel ini ke suatu hal negatif dan menjengkelkan. Dan bully-an itu adalah bully-an tertinggi dari kejengkelan ustaz saya. Saya ingat, bagaimana akhirnya kelas menjadi ramai mengolok-olok saya.
Setelah besar, bekerja, dan mulai mampu membeli buku-buku yang tidak murah dan berkesempatan menonton film-film. Ever since, saya mulai menerima dengan sepenuhnya kalau otak saya memang tidak pernah berhenti memikirkan hal-hal aneh. Saya mulai bertemu dengan orang-orang yang similar dengan saya. Saya mulai mempunyai teman dan tidak merasa "salah tempat". Saya mulai tahu festival-festival yang ramah dengan saya yang aneh kalau saya tidak aneh.
_____
Saat mendaftar menjadi volunteer di Minikino Film Week beberapa bulan lalu, kami para calon-volunteer sempat diwawancarai oleh direktur Minikino apa motif kami mendaftarkan diri untuk menjadi volunteer pada festival tersebut. Saya masih ingat jawaban saya waktu itu adalah "karya sastra dan film adalah sesuatu yang saya cintai, mereka membuat saya merasa lebih manusiawi dan menerima "kemanusiaan" itu sebagai mana adanya. Saya adalah pengunjung setia Minikino, dan saya suka sekali dengan prinsip yang diusung minikino setiap kali-sebelum film diputar "kami menyejajarkan film dengan karya sastra"". Mungkin, mereka adalah jawaban atas otak saya yang tidak pernah berhenti memikirkan hal-hal aneh. Ada ungkapan Aristotle yaitu catharsis yang merujuk pada pelepasan diri pada ketegangan. Catharsis adalah proses dimana kita memperoleh pelepasan dari ketegangan emosional yang tidak menyenangkan dengan berbicara tentang sumber ketegangan ini. Kita sering merasa lebih baik setelah kita membicarakan sesuatu yang mengganggu kita. Film dan Sastra dengan catharsis-nya adalah cara untuk membebaskan jiwa dari kegelisahan-kegelisan atas keos dan kaburnya "kemanusiaan". Manusia mencari kembali kemanusiaan yang hilang lewat sastra; bersajak, berprosa, monolog, atau sekedar membaca atau menonton film/cinema. Maka dari itu pada sastra ada istilah Licentia Poetica, yaitu kebebasan atau hak dan wewenang seorang sastrawan dalam berkarya. Jean-Paul Sartre, seorang filsuf eksistensialisme asal Prancis beranggapan bahwa pada masyarakat dengan peradaban modern posisi sastra akan menggantikan agama, dengan pertimbangan bahwa agama dianggap sebagai sesuatu yang kaku, tidak bergerak, tidak lentur dan sulit mengaktualisasikan diri dengan zaman. Dan anggapan ini diiyakan oleh Ludwig Feuerbach, seorang filsuf Jerman yang memberi kritik terhadap kaum beragama: "Hanya orang-orang miskin yang setia pada agama, agar mereka bisa bermimpi dan melupakan kemiskinannya. Akhirnya lupa mengkritisi penguasa negeri sendiri".
_____
Pada akhirnya saya sadar, kalau otak saya yang tidak bisa berhenti memikirkan hal-hal aneh bukan untuk diperdebatkan atau dipertanyakan atau disalahkan, pun dibenarkan. Saya hanya perlu menerima kalau itu memang bagian dari diri saya, semua imajinasi seaneh apapun adalah hal yang manusiawi.
Terima kasih #minikinofilmweek untuk kesempatan yang telah diberikan. Saya belajar sangat banyak.
Credit: minikino event
Sanctuary-Joji: Bagaimana Musuh Tercipta
By mayasithaarifin.blogspot.com - Jumat, Desember 06, 2019
Sanctuary-Joji
Semua kebosanan di pesawat luar angkasa ini berawal dari matinya musuh mereka, alien berkepala aneh dan bermata satu. Yang biasanya punya kerjaan; kejar-kejaran, tembak-tembakan, laser-laseran, menerbangkan pesawat luar angkasa sambil deg-degan, eh, tiba-tiba mendadak damai, ga ada lagi yang dikerjai, ga deg-degan lagi pas menerbangkan pesawat luar angkasa, pengangguran deh, kerjaannya makan, karaoekan, yang lama-lama membosankan.
Umberto Eco, novelis Italia pernah menulis essay yang berjudul Inventing The Enemy yang mana pemikiran tentang musuh ini berawal dari pertanyaan sopir taxi "how can a country have no enemies?". Umberto Eco menyatakan bahwa tidak ada bangsa manapun yang tidak memerlukan musuh. Musuh sangat penting ga cuma untuk menetapkan identitas tetapi juga untuk mengukur sistem nilai masing-masing. Semua usaha dalam melawan musuh adalah untuk membuktikan kalau kita itu worth. Jadi, kalau kita ga punya musuh, yaudah, kita harus menciptakannya.
From the very begining, sering sekali musuh bukan mereka yang secara langsung mengancam kita, tetapi bisa jadi mereka yang kita anggap mengancam meskipun sebenernya mereka ga ada niatan melakukan itu. Kita yang memilih seseorang sebagai musuh kita. Bagaimana cara kita menciptakan dan demonizing musuh? Tentu saja bikin stereotype. Stereotype dalam case ini salah satunya bermata satu.
Teman baik Joji, sahabat seperjuangan dalam memimpin team di luar angkasa sedih dengan keadaan yang membosankan itu. Dia sangat prihatin sekali melihat Joji nan ganteng dan teamnya itu nesu. Maka dari itu, untuk menyelamatkan mereka semua, dia mengorbankan dirinya untuk menjadi musuh yang musti mereka kejar dan kalahkan. Dia mencuri batu, menembak salah satu anak buah kapal, mencuri pesawat dari kapal induk dan yang paling penting untuk menjadi musuh adalah bermata satu, maka dari itu dia menyungkil satu matanya dengan sendok dan meninggalkannya dalam mangkok sereal berkuah susu.
Kita dapat lihat dalam video klip ini bagaimana tindakan heroik-pengorbanan teman Joji seketika ngebikin Joji dan teamnya bekerja dan deg-degan kembali, siap untuk misi penyelamatan; mengejar, berperang dan melawan musuh yang bakal bikin mereka menjadi pahlawan (lagi).
Aku suka sekali dengan video klip ini beserta Joji nan ganteng dan lirik lagunya yang romantis sekali. Intinya adalah aku suka Joji.
Credit: nyomot di insta joji
Kamu Sedang Berduka atau Sedang Melankolia?
By mayasithaarifin.blogspot.com - Rabu, November 20, 2019
Sigmund Freud dalam buku Mourning and Melancholia membedakan antara duka dan melankolia. Duka itu reaksi ilmiah seseorang ketika kehilangan yang dia cintai. Tetapi duka punya batas. Pada suatu waktu yang berduka bakal berdarmai dan menyadari apa-apa yang ngga kembali. Tetapi kalau melankolia, orang itu mengubur "apa yang hilang" itu dalam egonya. Bagian diri yang terkontaminasi "objek kehilangan" itu rentan jadi sasaran kritik dan penghakiman. Dengan kata lain, selain kesedihan, melankolia mengandung perasaan bersalah.
Jadi kamu lagi berduka atau lagi melankolia?
Apa melankolia segitu ga bangetnya?
Dalam buku Istanbul; sebuah memoar oleh Orhan Pamuk, penulis kesayangan kita semua dan peraih Nobel sastra 2006, dia membahas melankolia ini tapi mengatakannya dalam bahasa lain-adalah huzun. Huzun dalam bahasa Turki artinya kemurungan, memiliki akar kata dari bahasa Arab dan maknanya berkembang.
Menurut Alkindi, huzun diasosiasikan ga cuma dengan kehilangan yang kita cintai tetapi juga dengan penderitaan-penderitaan, spiritual lain seperti kemarahan, cinta, kebencian dan ketakutan yang ga berdasar.
Melankolia walopun "apaansihanying" tapi juga sebenernya membuka jalan menuju kesendirian yang membahagiakan. Burton memandang kesendirian itu sebagai inti, esensi dari kemurungan. Sedangkan Pamuk sendiri menggambarkan huzun sebagai "melihat diri kami sendiri yang terpantul".
Dalam buku ini, beliau jelasin huzun sebagai melankolia kolektif, dialami berjamaah oleh orang Istanbul-pasca runtuh, dan beliau nyampei huzun ini indah banget.
"Huzun mengajarkan kesabaran pada masa-masa kemiskinan dan kekurangan, dia juga menyemangati kami untuk membaca kehidupan dan sejarah kota secara terbalik. Huzun memungkinkan penduduk Istanbul untuk berpikir tentang kekalahan dan kemiskinan bukan sebagai titik akhir sejarah, melainkan sebuah awal terhormat yang telah ditetapkan lama sebelum mereka lahir"
Jadi, melankolia ini emang menyedihkan tapi dia melahirkan kritik terhadap diri sendiri dan pembelajaran serta ada harapan. Walaupun kesadaran ini kok nyebelin sekali datengnya belakangan kayak perasaan ditinggal pacar pas lagi sayang-sayangnya? Huzun ini ga cuma berlaku ditinggal pacar pas lagi sayang-sayangnya, apapun itu deh pokonya yang kita cintai menghilang entah itu karena kematian atau karena ditinggal sepihak-terus bikin kita galau bukan cuma duka. Karena kembali lagi kalau duka ada batas waktunya tapi kalau melankolia ga... dia tertanam dalam bagian tubuh kita-yang juga-ngebikin kita menjadi lebih mawas diri setelahnya.
Movie Review: Malila. Cinta Ga Cuma Buat Hetero
By mayasithaarifin.blogspot.com - Rabu, Oktober 16, 2019
Ps: Review bukan untuk homophobia!
*spoiler alert.
Nonton film homo, sebagai hetero biasanya aku suka geli sendiri kalo Ada adegan mesra atau dewasanya. Tapi film ini anomali. Aku nangis sesengukan bahkan untuk adegan mesum yang begitu haru dan nguras emosi. Tentu saja, film ini ga masuk bioskop! Tayang cuma di art-house. FYI, selain di art-house Denpasar, film ini ditayangin di Salihara. Selain itu masih belum. Iyah, film ini ekslusif sekali, karena temanya sangat sensitif, tentang homo-relationship dan bagaimana menjadi monk, biksu Buddha.
______
Malila berarti melati. Menurut pengakuan salah satu producer Malila, John Badalu, film ini dibuat selama kurang lebih lima tahun. Yang bikin lama tentu saja pengumpulan dananya dan sampai ganti editor dua kali demi hasil yang memuaskan. Dari awal sutradara tau film ini ga bakal masuk bioskop secara masiv, karena ga bakal lulus sensor, jadi film ini mau gamau harus diikutkan dalam festival film. Eh, tapi, di negaranya, Thailand, film ini diterima dengan baik, mungkin karena disana sudah lebih terbuka dengan orientasi seksual. Lucunya, aktor yang memerankan malah seorang heterosexual. Hahaha. Dan usaha ga mengkhianati hasil karena toh film ini salah satunya masuk Busan dan Singapore film festival.
Pich mengidap kanker dan divonis sebentar lagi akan mati. Masyarakat di sana percaya bahwa penyakit parahnya adalah karma buruk dan kutukan karena ibunya adalah seorang penyihir hitam. Dia mempunyai kekasih bernama Shane, seorang pemabuk yang trauma dengan kematian anak perempuannya diilit ular piton. Berbeda dengan Shane, Pich menerima nasib sedih dengan membuat Baisri, karangan bunga melati untuk merayakan kehidupan dan kematian dalam upacara. Setiap kali dia merasa sakit dia akan membuat Baisri, maka dia akan merasa lebih baik. Pada suatu hari Pich bilang ke Shane: Jika dia mati apakah Shane mau menjadi biksu Buddha untuknya?. Shane menjawab: Apa dia mau Shane untuk melakukannya?. Pich menjawab lagi: Itu terserah Shane!. Dalam kepercayaan mereka salah satu cara memperbaiki karma atau dosa masa lalu adalah dengan menjadi biksu.
Film ini, membuat saya dan para penonton saat itu dibikin haru oleh keintiman antara Pich dan Shane. Film ini ga banyak dialog. Tapi, begitu ada dialog itu menjadi sangat romantis. Pada scene bercintapun, film ini berhasil membuat saya terharu, bagaimana saat Pich menunjukkan bekas luka operasinya kepada Shane dan itu biru sekali. Atau bahkan saat adegan Pich membuat bunga dengan sangat gemulai sambil mengajarkan Shane kalau kehidupan itu seperti bunga melati, sangat rapuh.
Pada akhirnya, Pich mati saat membuat Baisri untuk Shane yang akan segera menjadi biksu. Shane bermeditasi ke hutan dengan membawa semua kesedihannya. Kenapa kehidupan ini kejam sekali, mengambil orang-orang yang kita sangat sayangi?. Ditemani biksu senior, Shane diajari bagaimana bermeditasi; bagaiman cara memilih tempat bermeditasi di bawah pohon besar, bagaimana cara mencari sedekah, menghitung kunyahan makan dan yang paling penting adalah bagaimana bermeditasi dengan mayat. Kebetulan di hutan tempat mereka bermeditasi adalah hutan yang mana sering ada mayat karena ga sengaja tertembak oleh tentara yang sedang bertugas di daerah perbatasan. Sanchai menjelaskan kepada Shane, saat bermeditasi dengan mayat, dia harus duduk di sebelah mayat dan memperhatikan detailnya, menghapalnya, lalu menutup mata. Kalau lupa, ya, buka mata lagi, perhatikan lagi, hapalkan lagi kemudian tutup mata, begitu seterusnya. Sanchai bilang, mayat itu mungkin akan mengingatkan dia dengan orang-orang yang Shane kenal dalam hidupnya. Mayatnya bukan sekedar mayat, lebih ke bangkai yang dipenuhi belatung. Ternyata untuk jadi biksu Buddha itu ga gampang, gaes, bukan cuma duduk di bawah pohon, bukan baringan!. Dan, justru saat meditasi dengan mayat adalah dimana Shane berdamai dengan kematian itu sendiri kemudian terlahir kembali.
Film ini benar-benar filosofis sekali, sama sekali ga bosenin, dan berhasil membawa mood saya sampai akhir. No wonder, di Thailand sendiri film ini memenangkan tujuh dari dua belas nominasi. Kalau sebelumnya film favorit pertama saya adalah silence of the lamb, kini film itu bergeser jadi nomer dua setelah film Malila ini. Film ini benar-benar mengajarkan saya kalau kehidupan itu adalah penghayatan dan kasih sayang terhadap diri sendiri dan alam sekitar termasuk manusia, binatang dan tumbuhan.
Sayangnya, film ini aku ga saranin kalo kalian homophobia. Lagi, karena film indie semacam ini hanya menyasar niche, mungkin bagi kalian yang suka film bisa datang ke micro-cinema atau art-house setempat bisa req buat screening film ini. Film ini sangat worth to watch kok.
Movie Review: Memoirs of My Body. Toxic Masculinity aint a Hoax
By mayasithaarifin.blogspot.com - Rabu, Oktober 16, 2019
Mumpung lagi inmood. Aku akan nyoba buat ngereview film memoirs of my body, film yang oleh beberapa kelompok anu anu persekusi dan memfitnah bahwa film ini ngajarin homo ataupun prostitute homo Dan dikhawatirkan dapet merusak moral. Miris fitnahnya pake bawa-bawa agama hanya karena homophobia terus jadi halu, padahal agama ngajarin ga boleh fitnah, setuju sih fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, coba hasil dari persekusi mereka itu apa? nyakitin semua crew film yang sudah kerja keras bagay quda. Tapi Allah Maha Adil, mau mereka persekusi kek toh film ini oscar nomine.
--------
Film ini dibuka oleh Rianto sendiri yang menjadi narrator dalam film ini. Menceritakan tentang life journey seorang Wahyu Juno dari kecil, piatu yang ditinggal mati ibunya dan hidup berdua dengan seorang ayah yang suka marah di sungai dekat rumah mereka.
Dekat rumah Juno ada sanggar tari lengger. Di sanggar hidup pasangan yang mengajari anak-anak menari. Awalnya Juno hanya suka mengintip orang menari lewat lubang, tapi pada suatu hari ketauan. Bukannya dihukum, Juno malah dilatih menari Lengger. Bakat menari Juno sudah terlihat dari kecil. Di film itu dijelaskan, makna filosofi daripada Lengger. Leng yang berarti lubang vagina perempuan, dimana awal mula kehidupan seseorang muncul. Dan Gger yang berarti jambul ayam jantan yang menyimbolkan jagat semesta.
Pada suatu hari pasangan perempuan pemilik sanggar main serong dengan lelaki lain, tapi ketahuan sama pasangan lelakinya, dan disini ada adegan brutal, lelaki itu dibunuh dengan menggunakan kayu penumbuk beras. Di lain sisi tembok Juno melihat pembunuhan itu lewat sebuah lubang kecil dan saat itu Juno berusia 10 tahun.
Kejadian ga berenti sampai disana. Pada suatu hari ayahnya pamit pergi bekerja. Tapi ga pernah balik lagi. Akhirnya Juno dirawat oleh bedanya. Budenya mempunyai toko toserba dan suka jual-beli ayam. Tugas Juno adalah mengecek ayam petelur, apakah ayam sudah "hamil" atau belum? Eh, keahlian Juno ini malah dimanfaatkan sama penduduk setempat buat melihat ayam mereka sudah "hamil" atau belum? Walaupun Juno suka melakukannya, ini mengganggu aktifitas sekolah Juno. Berkali-kali Juno dihukum, jarinya ditusuk jarum oleh budenya. Saat Juno belajar menari di sanggar, si ibu guru, pasangan sang pembunuh ditangkap dan diadili oleh warga di depan mata Juno yang masih berusia sepuluh tahun. Pengalaman traumatis bagi Juno. But please you cant judge his sexuality by his traumas! Kalian bahkan ga di sepatu yang sama dengan dia!
Juno akhirnya dipindah asuh ke pamannya, seorang penjahit yang tinggal di desa lain. Dari sini Juno belajar menjahit, expert pula, dia bahkan ga perlu pake meteran buat ngukur badan di pelanggan. Disinilah dia bertemu dengan petinju, thought he was his first love. Petinju datang ke tempat Juno sebagai pelanggan yang ingin menjahit pakaian pengantiñ. Bermula dari mengantarkan pakaian yang sudah jadi dan mengajarkan bagaimana cara memakainya, dari sini Juno dan Sang petinju menjadi dekat. Calm, ga ada adegan mesum! Semua itu cuma halusinasi kelompok anu-anu yang ga nonton tapi bacooottt gede amat persekusi! Pake bawa agama lagi. Malu!
Perjalanan ga berjalan lancar. Sang petinju kalah tanding dan bossnya marah, sehingga untuk mengganti rugi uang taruhan si boss mengambil ginjal sang petinju. Kemudian pakde Juno, si tukang jahit meninggal dan sebelum meninggal beliau sempat cerita tentang kenapa bapaknya suka marah di sungai adalah karena trauma masa kecil, keluarga Juno dituduh PKI dan dibantai di sungai tersebut. Tapi pakdenya berpesan, setiap badan atau orang mempunyai traumanya sendiri, yang harus dilakukan menerima dan mencintainya sebagai bagian dari badan kita. Karena bagaimanapun satu-satunya yang kita punya dan kita andalkan ya badan kita sendiri. Bagaimana kita bisa mengandalkan badan kita kalau kita sendiri ga menerima badan kita? Dilanjutkan dengan narator cerita. Tarian yang dia tarikan adalah kehidupan sehari-hari, bahkan untuk mengupas bawang bisa menjadi sebuah gerakan tarian. Semua tarian berasal dari badannya yang menikmati kehidupan sehari-hari. Ya Allah,,,, keren banget budaya Indonesia diceritakan disni. Terharu.
Sepeninggalan pakdenya Juno hidup berpindah-pindah dengan membawa warisan peralatan jahit dari pakdenya dan sebuah radio type warisan dari bapaknya. Bertemu dan ikut sanggar menari desa yang pentasnya berpindah-pindah kelurahan. Tersandung scandal politik karena syarat dukun sang politisi. Berpindah lagi ke desa lain ke sanggar lain, dan seterusnya.
I really enjoy this movie so much. Saya pikir, film ini sangat menunjukkan efek negative dari toxic masculinity melalui tokoh petinju. Toxic masculinity itu nyata dan bukan halusinasi feminist, betapa toxic masculinity ini ga cuma merugikan perempuan tetapi lelaki itu sendiri. Seperti toxic lelaki itu ga boleh lemah, ga boleh nangis dsb dsb dsb. Padahal kan gakenapa kalau lelaki nangis atau menunjukkan emosianalnya. Film ini juga menunjukkan betapa masih ada orang yang mencintai feodal dan gamau kalau itu musnah melalui cerita lurah election. Dan terutama film ini mengajarkan bahwa Indonesia ga rasis gender. Indonesia ramah terhadap semua hal. Budaya Indonesia mengajarkan untuk selalu tegar dengan menarikan setiap kehidupan. Film ini mengandung filosofis yang sangat dalam untuk direnungkan bersama. No wonder kenapa film ini masuk oscar. Film ini lebih daripada kata layak. Kalau ada yang lebih daripada brilliant dan ungkapan takjub terhadap keindahan, semua itu untuk menggambarkan kesan film ini.
Tks
Mys
Mys
Saya punya nenek, nenek saya ga bisa bahasa Indonesia, dia hanya berbicara dalam bahasa Madura dan sedikit bahasa Bali. Maka dari itu kami memanggilnya Mbo’a. Dia muslim yang baik dan rajin sembahyang lagi mengaji, walaupun begitu dia masih percaya dengan roh-roh.
Dulu ketika saya kecil, saya anak kecil yang aktif yang ga mau mandi, ga mau makan dan ga mau tidur, maunya cuma mainan doang seharian. Pokoknya tiap kali disuruh mandi, makan atau tidur perlu bertengkar sedikit dan drama dulu dengan ibu saya. Pada suatu hari saya sakit, demam tinggi sekali. Mbo’a saya percaya, saya sakit karena saat saya keluar bermain saya telah berbuat nakal dengan alam dan lingkungan, maka dari itu roh penjaga alam marah sama saya, istilahnya kesambet. Esok harinya, saya dibawa oleh Mbo’a ke rumah nenek-nenek tua pemakan sirih yang tidak jauh dari rumah. Mulut si nenek itu merah seperti vampir habis minum darah. Kemudian si nenek mulutnya komat-kamit, entah berdo’a atau mengucap mantra yang dilanjutkan dengan minum air, eh, eh, eh, lah, lah, lah,
...
Kok abis itu disemburin ke ubun-ubun kepala saya. Saat itu saya menangis kencang sekali bukan karena takut, tapi jijik sambil bilang “JANGAN DILUDAHIN GAMAU DIILERIN” laaaah, bayangin aja, Maemunah,,, semburan itu adalah campuran air putih bermantra dan merah-merah kunyahan sirih belio, kentel kayak ingus, lengket-lengket di rambut kepala. Tentu saja saya sembuh bukan karena itu, karena setelahnya, ibu saya membawa saya ke puskesmas.
Saya suka bagaimana ibu saya-yang pikirannya sudah modern menghormati keyakinan Mbo’a yang masih percaya dengan perklenikan- dengan membiarkan Mbo’a membawa saya ke nenek tua pemakan sirih untuk dimantrai supaya roh tidak lagi menghukum saya yang telah nakal dengan alam dan lingkungan. Setelah besar dan terpanggil buat beberapa kali gabung jadi relawan lingkungan, saya sadar jiwa relawan saya datang karena didikan belio-yang mengajarkan saya untuk mencintai alam dengan -“Jangan nakal sama alam dan lingkungan nanti roh marah”. Saya yakin, kalau Mbo’a tau dan kenal biologi, belio akan menjelaskan dengan bahasa ilmiah kenapa saya tidak boleh nakal dengan alam dan lingkungan; kerusakan ekosistem, abrasi, banjir, bla bla bla. Tapi, kalaupun disuruh memilih kenangan dengan bahasa ilmiah yang susah atau cerita roh-roh marah, saya tetap memilih cerita roh-roh marah karena tentu saja itu lebih indah.
Mbo`a meninggal setelah saya lulus SMA. Dia nenek yang baik bagi saya. Tentu saja dia meninggalkan banyak kenangan, kapan-kapan aku akan ceritakan lagi kenangan lainnya. Saya ingat saat dia meninggal banyak sekali yang datang melayat. Bahkan kematiannyapun mengajarkan saya banyak hal, seperti seolah-olah dia berbicara kepada saya "When you born, you cry and people smile. When you die, you smile and people cry. Be that someone". Untuknya, allahummagfirlaha...
Halo, Rasanya sudah lama sekali ga nge-blogging dan kangen. Akhir-akhir ini sebagai cewe tua, sedikit sibuk dengan aktifitas di dunia nyata, selain pacaran lalu putus dan fokus di kerjaan dan kuliah. Sebenarnya banyak sekali hal yang saya ingin ceritakan seperti cerita pacaran saya, menjadi relawan di event International, ternyata kuliah itu tidak seperti di FTV SCTV, mendapat undangan diskusi film indi, ikut acara Women March, gabung di klub sastra atau jadi member di gender, sexuality, human right`s studies and research.
***
Btw, ada kesukaan baru, yaitu stalking akun-akun hijrah dan dakwah. Dan saya benar-benar menemukan sesuatu yang lucu. Gambar ter-attach di bawah tulisan. Really gaes, saya tergelitik untuk membicarakannya disini. Sebelumnya saya sempat post di akun facebook saya, tapi segera saya hapus, sepertinya lebih pantas kalau saya menaruhnya di blog daripada di akun facebook.
So, lets talk about it...
Saya bukan feminist. Saya perempuan-straight yang kebetulan tertarik dengan issue-issue perempuan. Apakah saya pro LGBTQ atau tidak? Cukuplah saya yang tahu.
Jujur, saya agak kecewa dengan beberapa (yang bisa dibilang massive) konten akun-akunan dakwah islam yang mendaku memuliakan wanita tapi konten yang dibagikan tidak menunjukkan hal itu selain menunjukkan kebenciannya terhadap feminis, KOMNAS atau getol menolak RUU P KS. Jarang sekali saya melihat mereka membahas issue perempuan yang krusial seperti kasus karyawan Uniqlo, wabah rubella di Aceh yang banyak menyerang ibu dan anak-anak, krisis kemanusiaan yang terjadi di Sudan dimana banyak sekali korban perempuan dan anak-anak, atau sekedar memanggapi kasus Buk Nuril yang lagi panas. Eh, pernah deng, sekali, mereka pernah heboh menanggapi kasus Audrey.
***
Mengutip dari berita kompas, 8 Juli 2019
JAKARTA, KOMPAS.com- Komisioner Komnas Perempuan, Adriana mengatakan, memaksa istri untuk melakukan hubungan seksual adalah bentuk pemerkosaan terhadap istri atau lebih tepatnya marital rape.
Marital rape sering disebut kekerasan seksual. Marital Rape adalah hubungan seksual antara pasangan suami istri dengan cara kekerasan, paksaan, ancaman atau dengan cara yang tidak dikehendaki pasangannya masing-masing.
Menurutnya, kekerasan seksual juga masuk ke dalam kategori Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT).
***
Kemudian akun dakwah ITF (yang sama sekali tidak mewakili Indonesia tapi mayoritas muslim) membagikan post ini. Gambar attach. Kayaknya sih post menyindir KOMNAS karena ada #eh di akhir caption. And sorry to say, they show their stupidity off~
Dalam post ini, menurut saya adalah pemikiran ngawur. Alasan pertama, drama red hering, pengalihan issue. Issue yang dibahas adalah hubungan seksual dalam rumah tangga. Kemudian ditanggapi dengan issue lainnya yang sama sekali di luar issue yang menjadi sorotan. Menurut saya, memang sudah seharusnya hubungan seksual itu menyenangkan kedua belah pihak dan consent, kalau ada pemaksaan ya emang pantas disebut pemerkosaan. Kedua, human trafficking itu kejahatan perdagangan manusia, kalau ada suami bekerja buat menafkahi istri itu bukan kejahatan perdagangan manusia, Ferguso!!!! Ketiga, ya dimana-mana pengambilan tanpa ijin termasuk pencurian, kalau merasa si istri mengambil duid suami dan ga mau tolerir, yah kan tinggal dilaporkan, tinggal di Negara hukum kan?. Keempat, bukan hanya istri ngomel ke suami, suami ngomel ke istri sampe khilaf gebukin juga bukan tindakan terpuji. Kelima, melarang suami nikah lagi termasuk penjajahan? Penjajahan apa? Dude, serious? You mean nothing just your dick`s ego. Kalau tytyd maruk ga cukup nyelup satu ga mampu bayar pekerja seks, pengen murah dengan poligami dan tanpa stigma tytyd rakus- biar keliatan soleh dengan jual ayat quran yang digunakan untuk membenarkan kerakusan tytyd ga usah lagaakkkklah, Malih....
And then, ada akun salah satu pemuda dakwah yang menanggapi kasus ini dengan bilang pemikiran Komnas adalah hasil pemikiran otak manusia, yang mana sudah seharusnya kita, muslim hanya berpatokan quran dan hadist, yaitu: musyawarah dan mufakat antar suami istri dalam berhubungan seksual. Masyaallah pertama, si akhy seolah-olah mengajarkan, muslim tidak perlu menggunakan otaknya, cukup menjadi submissive dan nurut secara buta. Masyaallah kedua, keliatan sekali si akhy seorang perjaka yang belajar pendidikan seks hanya melalui situs pornhub dan teman-temannya, hubungan seksual yang selalu indah, penuh musyawarah dan mufakat. Padahal, kita semua tahu, hubungan seksual di kenyataan sangat kompleks, apalagi dalam rumah tangga yang mana disana bukan hanya seks belaka, tapi ada issue-issue lain yang mempengaruhi hubungan dan barangkali mood pasangan. Banyak hal yang tak semudah "musayawarah dan mufakat" yang dimaksudkan. Banyak kemungkinan yang bisa saja terjadi, tidak semua beruntung.
So far as i learnt, KOMNAS itu organisasi yang sangat terorganisir yang dijalankan oleh orang-orang kompeten dan terdidik di dalamnya, akademisi yang sudah diakui kredibilitasnya. Jadi, Komnas tidak asal mengeluarkan “fatwa”, bahwa ada proses panjang di belakangnya, dan di dalam KOMNAS tidak hanya orang non-muslim saja, tapi ada banyak intelektual muslim di dalamnya yang peduli terhadap issue perempuan atau kemanusiaan. Dan menurut saya, dalam hal fatwa; pemaksaan hubungan seksual adalah bentuk pemerkosaan tidak menyalahi Quran ataupun agama islam atau agama manapun. Agama mengajarkan adab-adab dalam hubungan seksual yang baik, dan pemaksaan untuk berhubungan seksual bukanlah tindakan yang baik.
So, gaes, bagaimana pendapat anda tentang hal ini?