Puncak Tusuk Gigi

By mayasithaarifin.blogspot.com - Minggu, Agustus 13, 2017

Puncak Tusuk Gigi

Az,
Oke. Jadi kita buat semacam perumpamaan tentang kamu. Kamu adalah Puncak Tusuk Gigi, Raung. Ketakutanku adalah terpeleset, jatuh, mati, dalamnya jurang dalam melalui jalan untuk menujumu. Setelah selamat sampai puncak, aku tahu tujuanku bukan tentang puncak. Tujuanku bukan kamu, Puncak Tusuk Gigi. Kamu terasa biasa saja. Ternyata tujuanku adalah kasur di kamar. Aku ingin tidur dengan tenang. Mimpi indah dan perasaan lega. Jadi satu-satunya yang aku khawatirkan adalah bagaimana aku turun dengan selamat nantinya.

Kemudian aku tahu ketika aku bertanya padamu ''Kapan kita selesai?'' Kamu tidak akan bisa menjawab itu, karena hanya aku yang bisa memutuskan jawabannya. Karena hanya aku yang bisa menyelesaikan semuanya.

Saat aku turun dengan selamat, aku bukan orang yang sama lagi dengan aku yang sebelum menjejakkan kaki di  atas Puncak Tusuk Gigi. Aku menjadi lebih kuat daripada sebelumnya. Aku telah menghadapi dan menyeselesaikan ketakutanku sendiri, yaitu kamu, Puncak Tusuk Gigi(ku).

Akhirnya saat aku sampai di kamar dan bertemu kasur, tujuan utamaku, aku lega. Aku tidur dan bermimpi. Memimpikan kembali mimpi-mimpi. Dan kamu sudah bermetamorfosa menjadi Edelweiss, sesuatu yang cukup dan pernah aku pandang sebentar, membuat bahagia, tapi tak boleh aku petik kemudian aku bawa pulang untuk aku sayang-sayang. Aku sayang kamu, tapi sayang aku tak boleh bawa kamu pulang untuk aku miliki. Hukumnya haram bagi para pendaki yang masih ingin mendaki lagi ketika dia merasa gunung memanggilnya untuk kembali melepas rindu. Aku sayang kamu, tapi aku juga sayang aku, jadi aku tahu, aku tidak boleh memilikimu, kamu milik gunung

Aku menyudahi kita.

Kamu bilang analogiku manis, analogiku cute. Bahkan aku belum bisa membedakan (barusan) aku sedang menganologikan atau mensimilekan atau memetaforakan atau mengalegorikan kamu. Tapi kamu tidak akan melankolis, mengetik di mesin pencarian ''Puncak Tusuk Gigi'' misalnya. Kamu hanya cukup mengetik namaku saja, akan ada banyak aku muncul disana. Dan itu semua sepertinya cukup untuk mengobati rindumu terhadapku. Aku sesuatu yang ga ga sespesial dan ga sesederhana itu, katamu.

Oh ya..

Aku lupa menyampaikan kalau beberapa menit dari Puncak Tusuk Gigi adalah puncak yang sebenarnya, Puncak Sejati. BTW, Puncak Tusuk Gigi memang puncak, tapi bukan puncak sebenarnya, kalau mau berjalan sedikit lagi dengan medan yang tidak terlalu susah, hanya  butuh sabar sebentar dalam arti yang sebenarnya, maka akan sampai di puncak sesungguhnya, Puncak Sejati namanya.


  • Share:

You Might Also Like

5 komentar

  1. Gilllls ini kata2nya surealis sbis may
    Btw beneran adakah dalam arti denotatif dari puncak tusuk gigi? Apa cuma kiasan?

    BalasHapus
  2. Puncak tusuk gigi?? Baru tau aku.

    Udah sampe puncak malah pengen ke kasur. Udah kecapekan mendaki tuh makanya pengen ke kasur. 😂

    BalasHapus
  3. puncak tusuk gigi itu kaya telur di ujung tanduk ya? :D

    BalasHapus
  4. Pasti karena sebegitu runcingnya puncak gunung ini sehingga disebut puncak tusuk gigi?

    Setiap puncak gunung pasti memiliki khasnya sendiri-sendiri ya, namun yang pasti sama indahnya. Seperti gunung Raung ini :)

    BalasHapus
  5. Wah, aku yakin suatu saat km bisa jadi sastrawati yg terkenal May,, aku suka kata2 kmu di artikel ini. Kuat dan kalau membacanya seperti merasa puncak tusuk gigi itu bagian dari tokoh protagnonismu

    BalasHapus