Movie Review: Memoirs of My Body. Toxic Masculinity aint a Hoax

By mayasithaarifin.blogspot.com - Rabu, Oktober 16, 2019


Mumpung lagi inmood. Aku akan nyoba buat ngereview film memoirs of my body, film yang oleh beberapa kelompok anu anu persekusi dan memfitnah bahwa film ini ngajarin homo ataupun prostitute homo Dan dikhawatirkan dapet merusak moral. Miris fitnahnya pake bawa-bawa agama hanya karena homophobia terus jadi halu, padahal agama ngajarin ga boleh fitnah, setuju sih fitnah lebih kejam daripada pembunuhan, coba hasil dari persekusi mereka itu apa? nyakitin semua crew film yang sudah kerja keras bagay quda. Tapi Allah Maha Adil, mau mereka persekusi kek toh film ini oscar nomine.
--------
Film ini dibuka oleh Rianto sendiri yang menjadi narrator dalam film ini. Menceritakan tentang life journey seorang Wahyu Juno dari kecil, piatu yang ditinggal mati ibunya dan hidup berdua dengan seorang ayah yang suka marah di sungai dekat rumah mereka.
Dekat rumah Juno ada sanggar tari lengger. Di sanggar hidup pasangan yang mengajari anak-anak menari. Awalnya Juno hanya suka mengintip orang menari lewat lubang, tapi pada suatu hari ketauan. Bukannya dihukum, Juno malah dilatih menari Lengger. Bakat menari Juno sudah terlihat dari kecil. Di film itu dijelaskan, makna filosofi daripada Lengger. Leng yang berarti lubang vagina perempuan, dimana awal mula kehidupan seseorang muncul. Dan Gger yang berarti jambul ayam jantan yang menyimbolkan jagat semesta.
Pada suatu hari pasangan perempuan pemilik sanggar main serong dengan lelaki lain, tapi ketahuan sama pasangan lelakinya, dan disini ada adegan brutal, lelaki itu dibunuh dengan menggunakan kayu penumbuk beras. Di lain sisi tembok Juno melihat pembunuhan itu lewat sebuah lubang kecil dan saat itu Juno berusia 10 tahun.
Kejadian ga berenti sampai disana. Pada suatu hari ayahnya pamit pergi bekerja. Tapi ga pernah balik lagi. Akhirnya Juno dirawat oleh bedanya. Budenya mempunyai toko toserba dan suka jual-beli ayam. Tugas Juno adalah mengecek ayam petelur, apakah ayam sudah "hamil" atau belum? Eh, keahlian Juno ini malah dimanfaatkan sama penduduk setempat buat melihat ayam mereka sudah "hamil" atau belum? Walaupun Juno suka melakukannya, ini mengganggu aktifitas sekolah Juno. Berkali-kali Juno dihukum, jarinya ditusuk jarum oleh budenya. Saat Juno belajar menari di sanggar, si ibu guru, pasangan sang pembunuh ditangkap dan diadili oleh warga di depan mata Juno yang masih berusia sepuluh tahun. Pengalaman traumatis bagi Juno. But please you cant judge his sexuality by his traumas! Kalian bahkan ga di sepatu yang sama dengan dia!
Juno akhirnya dipindah asuh ke pamannya, seorang penjahit yang tinggal di desa lain. Dari sini Juno belajar menjahit, expert pula, dia bahkan ga perlu pake meteran buat ngukur badan di pelanggan. Disinilah dia bertemu dengan petinju, thought he was his first love. Petinju datang ke tempat Juno sebagai pelanggan yang ingin menjahit pakaian pengantiñ. Bermula dari mengantarkan pakaian yang sudah jadi dan mengajarkan bagaimana cara memakainya, dari sini Juno dan Sang petinju menjadi dekat. Calm, ga ada adegan mesum! Semua itu cuma halusinasi kelompok anu-anu yang ga nonton tapi bacooottt gede amat persekusi! Pake bawa agama lagi. Malu!
Perjalanan ga berjalan lancar. Sang petinju kalah tanding dan bossnya marah, sehingga untuk mengganti rugi uang taruhan si boss mengambil ginjal sang petinju. Kemudian pakde Juno, si tukang jahit meninggal dan sebelum meninggal beliau sempat cerita tentang kenapa bapaknya suka marah di sungai adalah karena trauma masa kecil, keluarga Juno dituduh PKI dan dibantai di sungai tersebut. Tapi pakdenya berpesan, setiap badan atau orang mempunyai traumanya sendiri, yang harus dilakukan menerima dan mencintainya sebagai bagian dari badan kita. Karena bagaimanapun satu-satunya yang kita punya dan kita andalkan ya badan kita sendiri. Bagaimana kita bisa mengandalkan badan kita kalau kita sendiri ga menerima badan kita? Dilanjutkan dengan narator cerita. Tarian yang dia tarikan adalah kehidupan sehari-hari, bahkan untuk mengupas bawang bisa menjadi sebuah gerakan tarian. Semua tarian berasal dari badannya yang menikmati kehidupan sehari-hari. Ya Allah,,,, keren banget budaya Indonesia diceritakan disni. Terharu.
Sepeninggalan pakdenya Juno hidup berpindah-pindah dengan membawa warisan peralatan jahit dari pakdenya dan sebuah radio type warisan dari bapaknya. Bertemu dan ikut sanggar menari desa yang pentasnya berpindah-pindah kelurahan. Tersandung scandal politik karena syarat dukun sang politisi. Berpindah lagi ke desa lain ke sanggar lain, dan seterusnya.
I really enjoy this movie so much. Saya pikir, film ini sangat menunjukkan efek negative dari toxic masculinity melalui tokoh petinju. Toxic masculinity itu nyata dan bukan halusinasi feminist, betapa toxic masculinity ini ga cuma merugikan perempuan tetapi lelaki itu sendiri. Seperti toxic lelaki itu ga boleh lemah, ga boleh nangis dsb dsb dsb. Padahal kan gakenapa kalau lelaki nangis atau menunjukkan emosianalnya. Film ini juga menunjukkan betapa masih ada orang yang mencintai feodal dan gamau kalau itu musnah melalui cerita lurah election. Dan terutama film ini mengajarkan bahwa Indonesia ga rasis gender. Indonesia ramah terhadap semua hal. Budaya Indonesia mengajarkan untuk selalu tegar dengan menarikan setiap kehidupan. Film ini mengandung filosofis yang sangat dalam untuk direnungkan bersama. No wonder kenapa film ini masuk oscar. Film ini lebih daripada kata layak. Kalau ada yang lebih daripada brilliant dan ungkapan takjub terhadap keindahan, semua itu untuk menggambarkan kesan film ini.
Tks
Mys

  • Share:

You Might Also Like

2 komentar

  1. I really love the way you review movies mbak.
    bener bener ga bosen baca dari awal sampai akhir, entah itu ada spoiler atau enggak.

    Malah aku pingin nonton film ini juga. Ingin lihat seperti apa filosofi2 kerena yang ada di film itu.

    BalasHapus
  2. Lu kok bisa nemu film-film bagus sih mbak? Iri deh gw.

    BalasHapus