Bapak Masuk Rumah Sakit

By mayasithaarifin.blogspot.com - Senin, November 09, 2020

 Catatan 29 Oktober 2020


Kemarin saat mandi pagi saya tiba-tiba ingin menyanyi lagu Mandi Pagi berulang-ulang. Liriknya seperti ini:


Mandi pagi sudah biasa

Sejuk dingin tidak terasa

Sore hari kalau tak mandi,

badan bau teman tak mau


Waktu saya kecil Bapak menyanyikan lagu itu tiap kali memandikan saya yang malas mandi. Meski periang saya tidak punya banyak teman, jadi sebenernya lagu itu bukan lagu motivasi yang cocok bagi saya. Walaupun begitu, kenangan Mandi Pagi adalah kenangan terbaik saya dengan bapak saya. Di jam sebelas keponakan saya menelpon, memberi kabar bapak saya masuk rumah sakit, saya diminta pulang. Saya cukup kaget, tapi tidak sedih apalagi menangis, yang muncul hanya kenangan waktu saya kecil ketika beliau memandikan saya sambil menyanyikan lagu Mandi Pagi.


Dokter bilang ada gumpalan di otak kanannya, kesadarannya hanya lima belas persen. Saya masih belum sedih, tapi saya tahu mata saya tetap basah saat beliau manatap saya dengan pandangan hampa, saya melihat diri saya di dalamnya; sendirian, sedang duduk, diam, merenung, memikirkan kembali banyak hal persis Tuan Toru Okada saat menjebakkan dirinya di dalam sumur yang dalam, gelap, lembab dan sempit dalam cerita The Wind Up Bird Chronicle karya Murakami.

Semua orang tahu saya sayang kucing-kucing saya melebihi apapun di dunia ini termasuk bapak saya sendiri. Terkesan lebay memang. saya sayang kucing saya, saya menyanyanginya secara sadar dan sejauh ini memang mereka belum pernah mengecewakan. Saya pernah berbagi cerita ke teman dekat saya tentang rencana-rencana kematian yang saya inginkan seperti kecelakaan pesawat dan hilang di laut atau mati di atas kapal pesiar dan dibuang ke laut oleh awak kapal lalu hilang selamanya, saya bilang "Jadi bapak ataupun keluargaku ga perlu repot-repot dengan upacara pemakaman" awalnya teman dekat saya kaget, barangkali terasa aneh - ketika hampir semua orang takut mati, saya malah membicarakan rencana-keinginan cara mati saya seperti apa, dia mencoba tenang, malah tertawa setelahnya.

"May?"

"Apa?"

"Kamu bilang kamu ga sayang apapun selain kucingmu?"

"Iyah benar."

"Itu tidak benar, kamu sayang sekali sama bapakmu!"

"Hah?"

"Kamu tidak ingin merepotkan beliau, itu juga kasih sayang, tau!"

Saat itu saya mengelaknya, tapi sekarang saya harus mengakui dia benar, saya sayang sekali dengan bapak saya: an egoist, a dictator yang tidak lebih baik ataupun tidak lebih keren daripada Pinochet dengan segala kejahatan HAM-nya.

Pagi ini beliau masih di HCU, belum sadar, dan saya masih belum sedih. Saya merasa aneh, tapi saya tahu hal ini tidak aneh sama sekali bila menarik ke belakang apa yang telah beliau lakukan terhadap saya selama ini. Saya tidak berani berharap kecuali yang terbaik, apapun itu.

  • Share:

You Might Also Like

1 komentar

  1. semoga ayahnya cepet melalui masa masa kritis dan kembali kerumah mbak maya

    BalasHapus